Fenomena musik jalanan di Indonesia memang tak bisa dipungkiri lagi keberadaannya. Dari kota-kota besar hingga pelosok desa, kita bisa menemukan para musisi jalanan yang menampilkan bakat mereka di pinggir jalan. Namun, di balik keceriaan dan semangat para musisi jalanan, ternyata ada sisi gelap dan terang yang perlu kita ketahui.
Sisi gelap dari fenomena musik jalanan di Indonesia adalah masalah sosial yang seringkali menimpa para musisi jalanan. Mereka seringkali dianggap sebagai pengamen yang mengganggu ketertiban umum. Hal ini membuat mereka rentan terhadap tindakan kekerasan dan diskriminasi. Menurut penelitian yang dilakukan oleh Dr. Hikmat Kurnia dari Universitas Padjajaran, “Musisi jalanan seringkali menjadi korban pemukulan dan pencurian oleh oknum yang tidak bertanggung jawab.”
Namun, di balik sisi gelap tersebut, ada juga sisi terang yang perlu kita apresiasi. Musisi jalanan seringkali menjadi penyejuk di tengah hiruk pikuk kota. Mereka mampu menghibur orang-orang yang lelah setelah seharian bekerja. Menurut Budi Doremi, seorang musisi jalanan yang terkenal di Yogyakarta, “Musik jalanan bukan hanya sekadar hiburan, tapi juga sebagai sarana untuk mengekspresikan diri dan menyebarkan pesan positif.”
Selain itu, fenomena musik jalanan juga menjadi ajang bagi para musisi muda untuk menunjukkan bakat mereka. Beberapa musisi jalanan seperti Tulus dan Maliq & D’Essentials bahkan berhasil meraih kesuksesan di dunia musik tanah air. Menurut Roy Marten, seorang aktor dan musisi yang juga pernah menjadi musisi jalanan, “Musik jalanan adalah tempat yang baik bagi para musisi muda untuk belajar dan berkembang.”
Sebagai masyarakat, kita seharusnya memberikan dukungan dan apresiasi kepada para musisi jalanan. Mereka adalah bagian dari warna-warni kehidupan di Indonesia. Kita harus memahami bahwa di balik sisi gelapnya, ada juga sisi terang yang patut kita banggakan. Mari kita dukung musisi jalanan untuk terus berkarya dan menyebarkan kebaikan melalui musik mereka.